Persema Malang
akhirnya harus melakoni kompetisi tersulit dalam sejarah berdirinya
klub. Klub yang bermarkas di Stadion Gajayana ini terpaksa rela
terdegradasi ke kompetisi amatir musim depan, demi sebuah eksistensi.
Langkah itu menjadi pilihan paling realistis bagi Persema.
Ya, Persema Malang yang terkatung-katung karena hasil Kongres Luar
Biasa (KLB) memutuskan tetap melanjutkan Indonesian Premier League (IPL)
musim terakhir. Persema fokus pada eksistensi klub, terlepas di mana
bakal bertanding, demi melangsungkan pembinaan sepakbola di Malang.
Padahal hingga kini Persema belum mendapatkan sumber dana setelah
sponsor utama Killerfish menarik diri usai KLB. “Kami berpikir
kelangsungan atau eksistensi klub. Soal di mana musim depan akan
bermain, itu bukan masalah lagi,” terang Manajer Persema Patrick
Tarigan.
Dijelaskannya, sepanjang sejarah klub, Persema menjadi salah satu
ajang penggemblengan pemain khususnya pemain muda. Dengan berkomitmen
pada pembinaan itulah, Persema memutuskan tidak ingin mati walau masa
depan serba tidak pasti.
Pada KLB lalu diputuskan, Persema Malang yang tercoret dari
keanggotaan PSSI sejak 2010, harus memulai dari kompetisi Divisi III
atau amatir. Menurut Patrick Tarigan itu tidak lagi menjadi kekhawatiran
dan pihaknya bakal berkomunikasi dengan Pengcab PSSI Kota Malang serta
Pemkot Malang.
Kendati demikian, pihak klub berjuluk Bledeg Biru masih tetap
berharap ada perubahan lagi soal keputusan KLB. “Sampai sekarang kan
belum ada keputusan hitam di atas putih. Jadi kami berharap nantinya ada
perubahan lagi, walau kami juga tidak masalah terjun ke kompetisi
amatir,” terangnya.
Setelah sepakat melanjutkan sisa kompetisi IPL, Persema kini
konsentrasi pada pendanaan klub. Sebenarnya, diakui Patrick, Persema
tidak memiliki dana sepeser pun untuk melanjutkan kompetisi setelah
sponsor menarik diri. Namun pihaknya bakal terus membujuk Killerfish
agar bisa kembali menopang Persema.
“Persoalannya sekarang tinggal dana saja. Kami tidak memiliki sumber
dana yang jelas dan belum tahu bagaimana akan melanjutkan kompetisi.
Tapi kami tidak menyerah dan akan terus berusaha mendapatkan dana untuk
operasional dan gaji pemain,” tandas Patrick Tarigan.
Informasi yang ada, manajemen bakal melakukan rasionalisasi terhadap
nominal kontrak yang diterima pemain demi menekan pengeluaran. Itu
pilihan sulit, namun harus diambil untuk meringankan beban klub.
Sejumlah pemain seperti Leonard Tupamahu dan Anggo Julian, menentang
kebijakan ini dan pilih mengundurkan diri.
Terkait mundurnya pelatih Slave Radovski, klub yang pernah memakai
julukan Laskar Ken Arok ini sudah menunjuk Rudi Hariantoko. Dia
sebelumnya menjabat sebagai asisten pelatih dan sudah tidak asing dengan
sepakbola Malang, karena pernah memperkuat klub Arema Malang.
Jika benar nantinya terjun ke kompetisi amatir, maka itu bakal
menjadi sejarah terburuk Persema sejak berdiri pada 1953. Sebelumnya
prestasi terburuk klub yang dulunya dikelola Pemkot Malang ini adalah
terjatuh ke kompetisi Divisi I pada musim 2003-2004 dan 2004-2005.
Kendati tidak pernah sekali pun mengangkat trofi, Persema sejatinya
cukup stabil bertahan di kompetisi level atas nasional. Sekaligus, klub
ini menjadi salah satu klub yang terlibat di kompetisi level satu
terbanyak. Kompetisi yang pernah diikuti adalah kompetisi perserikatan,
Divisi Utama, Indonesia Super League (ISL), Liga Primer Indonesia (LPI),
serta Indonesian Premier League (IPL).
Juga, jika menjadi klub amatir, maka Persema memang ditakdirkan
menjadi klub ‘plat merah’. Sebab klub amatir masih bisa mendapatkan
anggaran dari pemerintah daerah setempat. Sejarah menunjukkan klub ini
selalu tergantung dari dana Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah
(APBD) dan mulai pontang-panting ketika pemerintah dilarang campur
tangan di klub profesional.