Pemain yang namanya masuk 10 besar terbaik Asia versi ESPN, Bambang
Pamungkas ‘Bepe’, kembali angkat suara melalui blog pribadinya, terkait
permasalah yang mendera sepak bola nasional. Dia menjelaskan berbagai
hal mulai dari gajinya di Persija Jakarta hingga kompetisi ISL yang
tetap berjalan walau keadaanya masih amburadul.
Dalam blognya mengajak para pemain lainnya untuk berani mengambil
sikap terkait ketidakadilan yang selama ini mereka terima. Masalah gaji
yang tak dibayarkan klub adalah bentuk kesewenang-wenangan yang
menurutnya harus dilawan.
“Di bawah bendera Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI),
kami mencoba untuk memperjuangkan hak-hak kami sesuai dengan pasal-pasal
yang diatur dalam kontrak kerja yang kami sepakati bersama, antara klub
dan juga para pemain,” tulis Bepe di dalam
blognya,www.bambangpamungkas20.com.
Bepe mengakui masalah keterlambatan gaji di dunia sepak bola
Indonesia tidak hanya baru-baru ini saja terjadi, namun mungkin sudah
puluhan tahun lamanya.
“Sampai kapan kondisi ini akan terus terjadi berulang-ulang? Sampai
kapan pemain dipandang sebelah mata oleh para pengurus dan pemilik klub?
Sampai kapan pemain dipaksa untuk mengerti dengan keadaan manajemen,
sementara manajemen tidak pernah mau mengerti dengan segala permasalahan
yang dialami oleh pemain?” tanyanya.
“Bisakah disebut saling menghargai, jika salah satu pihak dituntut
untuk terus melakukan kewajibannya, akan tetapi di sisi lain hak-haknya
tidak dipenuhi? Apakah itu namanya saling menghargai, jika salah satu
pihak mengharapkan pengertian dari pihak lain, sedang segala
permasalahan pihak yang lain tidak pernah mau mereka mengerti? Saling
menghargai itu artinya dari dua arah, tidak hanya satu arah,” tambah
Bepe.
Bepe kemudian meminta para pengelola ISL berkaca pada kasus
meninggalnya mantan pemain Persis Solo (Divisi Utama PT Liga Indonesia)
Diego Mendieta. “Kasus meninggalnya Diego Mendieta seharusnya dapat
menjadi pelajaran dan menyadarkan kita semua. Betapa semena-menanya
sebuah klub di negeri ini memperlakukan pemainnya,” sindirnya.
Ia pun mengajak para pemain lain untuk berani mengambil sikap terkait sikap semena-mena pengelola kompetisi tersebut.
“Sekarang adalah saat di mana pemain harus mulai berani untuk
mengambil sikap. Sekarang adalah saatnya pemain sadar jika mereka adalah
aset, mereka adalah faktor penting, dan sebuah komponen berharga dalam
bergulirnya sebuah kompetisi sepak bola,” tegasnya.
“Mungkin kita tidak dapat merubah nasib generasi sekarang, akan
tetapi setidaknya kita dapat mencoba menata sebuah pondasi yang kokoh
untuk generasi yang akan datang,” tutupnya.

