Derby Kota Taman antara Bontang FC
(BFC) dengan Bontang Mitra United (BMU) di lanjutan Divisi I Liga
Indonesia Grup X Regional Kalimantan diwarnai kericuhan. Penyebabnya,
kekecewaan suporter atas kinerja wasit Andi Sugiarto asal Pasuruan.
Pertandingan yang berlangsung di Stadion Mulawarman, Senin (5/5)
kemarin, berakhir dengan skor 1-1.
Kerusuhan itu terjadi saat laga memasuki menit ke-70. Para suporter BFC pun mulai meneriaki wasit. Tak hanya suporter, warga Kota Taman yang menonton pertandingan ikut-ikutan geram. Mereka tak puas dengan wasit yang kerap mengeluarkan keputusan kontroversial.
Puncaknya adalah pembakaran flare yang membuat gaduh seisi penonton di tribun B. Asap merah pekat mengepul dan membuat sebagian penonton berlarian, terutama yang membawa anak. Sejurus kemudian, polisi pun merangsek ke tribun. Para suporter berlarian dan melempar flare ke bench pemain BMU. Kontan saja pemain BMU panik. Dalam waktu bersamaan, beberapa suporter diamankan keluar stadion. Meski demikian, pertandingan tetap tak berhenti.
Sementara dalam pertandingan itu, BFC yang butuh kemenangan langsung menekan pertahanan BMU. Hasilnya, laga baru berjalan satu menit bomber BFC Gusti Muhammad berhasil mencetak gol, hasil dari sodoran duetnya Hendri Satriadi. Seisi stadion pun bergumuruh menyambut gol tim kesayangannya tersebut.
BMU meningkatkan intensitas serangan untuk mengejar ketertinggalan. Kebuntuan BMU pecah melalui kaki Mardi Lambe di menit 24, memanfaatkan kemelut di depan gawang BFC. Hingga babak pertama usai, skor bertahan 1-1.
Kegagalan mendulang angka penuh ini membuat BMU gagal menggeser BFC dari peringkat empat klasemen sementara. Tim asuhan Inyong Lolombulan mengumpulkan nilai 2, terpaut satu angka dari BFC yang berada satu tangga di atasnya.
Manajer BFC Nurkhalid mengatakan, hasil imbang merupakan yang terbaik bagi kedua tim. Di tengah situasi dan kondisi BFC yang dalam tekanan, BFC menjadikan itu sebagai cambuk untuk terus berprestasi.
“Terima kasih untuk dukungan warga Bontang yang hadir menyaksikan laga. Kami minta doanya agar sepak bola Bontang dapat kembali ke masa jayanya,” tambahnya. (kaltimpost)
Kerusuhan itu terjadi saat laga memasuki menit ke-70. Para suporter BFC pun mulai meneriaki wasit. Tak hanya suporter, warga Kota Taman yang menonton pertandingan ikut-ikutan geram. Mereka tak puas dengan wasit yang kerap mengeluarkan keputusan kontroversial.
Puncaknya adalah pembakaran flare yang membuat gaduh seisi penonton di tribun B. Asap merah pekat mengepul dan membuat sebagian penonton berlarian, terutama yang membawa anak. Sejurus kemudian, polisi pun merangsek ke tribun. Para suporter berlarian dan melempar flare ke bench pemain BMU. Kontan saja pemain BMU panik. Dalam waktu bersamaan, beberapa suporter diamankan keluar stadion. Meski demikian, pertandingan tetap tak berhenti.
Sementara dalam pertandingan itu, BFC yang butuh kemenangan langsung menekan pertahanan BMU. Hasilnya, laga baru berjalan satu menit bomber BFC Gusti Muhammad berhasil mencetak gol, hasil dari sodoran duetnya Hendri Satriadi. Seisi stadion pun bergumuruh menyambut gol tim kesayangannya tersebut.
BMU meningkatkan intensitas serangan untuk mengejar ketertinggalan. Kebuntuan BMU pecah melalui kaki Mardi Lambe di menit 24, memanfaatkan kemelut di depan gawang BFC. Hingga babak pertama usai, skor bertahan 1-1.
Kegagalan mendulang angka penuh ini membuat BMU gagal menggeser BFC dari peringkat empat klasemen sementara. Tim asuhan Inyong Lolombulan mengumpulkan nilai 2, terpaut satu angka dari BFC yang berada satu tangga di atasnya.
Manajer BFC Nurkhalid mengatakan, hasil imbang merupakan yang terbaik bagi kedua tim. Di tengah situasi dan kondisi BFC yang dalam tekanan, BFC menjadikan itu sebagai cambuk untuk terus berprestasi.
“Terima kasih untuk dukungan warga Bontang yang hadir menyaksikan laga. Kami minta doanya agar sepak bola Bontang dapat kembali ke masa jayanya,” tambahnya. (kaltimpost)