jenazah Sekou Camara | foto bola.okezone.com |
Jenazah pemain asing klub Pelita Bandung Raya (PBR) Abdoulaye Sekou
Camara kembali gagal diberangkat ke Mali, kemarin (30/7). Masalah
dokumen dan pengurusan cargo di Negara lain yang rumit, menyebabkan dia
baru bisa Kamis (1/8) dini hari baru diterbangkan ke negaranya, Mali.
Karena masalah ini ini pula, jenazah
Camara yang sudah dibawa dari Bandung pada Senin (29/7) lalu, terpaksa
tidak dibawa ke Bandara. Jenazah sampai tadi malam masih berada di rumah
duka RS Harapan Kita, Jakarta.
Direktur PT Kreasi Performa Pasundan,
pengelola PBR, Marco Gracia Paulo menjelaskan bahwa dia sedikit
terkendala dengan rute penerbangan dan cargo.
"Ada masalah kecil yang membuat tertunda.
Kami terus usahakan secepatnya. Karena itu masih kami tempatkan disini
sampai ada kepastian cargo berangkat," ucap Marco.
Menurut dia, yang membuat sulit adalah
karena tidak ada pendamping jenazah untuk dipulangkan ke Mali. Dengan
begitu, dia harus memastikan bahwa saat melalui beberap Negara, cargo
bisa lancar dan tidak terhambat.
Setelah kembali melakukan diskusi dengan
perwakilan agen Camara, Mohtar, di rumah duka RS Harapan Kita, kemarin,
akhirnya disepakati ada pendamping jenazah. Perwakilan dari agen
memutuskan jenazah akan didampingi oleh Lamene Keita
"Jenazah besok (pagi ini, Red)
diterbangkan ke Kuala Lumpur, Malaysia. Disana transit sampai Kamis
dini hari baru terbang ke Ethiopia. Transit disana, langsung ke Bamako,
Mali. Perkiraan sampai Jumat (2/8)," terang Marco.
PBR Ingin Regulasi Tegas
PBR Ingin Regulasi Tegas
Kejadian yang menimpa pemainnya disadari
oleh PBR sebagai kekurangan klub. Untuk itu, manajemen klub akan
berkomitmen melengkapi diri dengan semua standar kesehatan, baik dari
perlengkapan maupun SDM-nya.
Tidak danya dokter tim membuat PBR sadar
bahwa mereka tidak boleh sepotong-sepotong ada dalam tim. Untuk itu, dia
siap menerapkan kebijakan bahwa dokter tim tak hanya mendampingi saat
peratbdingan, tapi juga saat latihan resmi.
"Kami juga akan membeli alat resusitasi
jantung itu. Dari Juni lalu kami juga sudah mulai melengkapi peralatan
fisioterapis," ucapnya.
PBR berharap, PT Liga Indonesia (PT LI)
sebagai regulator kompetisi juga menerapkan aturan yang tegas. Marco
sadar jika itu memang dibutuhkan untuk terus meperbaiki sepak bola
Indonesia ke depan sehingga standar kompetisi dan klub juga ikut naik,
tidak stagnan.
Regulasi itu menurutnya juga dibarengi dengan kerja sama PSSI-PT LI agar keterlaksanaan regulasi itu terjamin.
"Ada tim yang mengawasi, apakah regulasi
soal stadnar kesehatan itu terlaksana. Jangan hanya lihat pertandingan,
tapi faktor pelengkapnya sesuai standar FIFA juga dipenuhi," tegas dia.
Niat PSSI dan operator kompetisi untuk
lebih tegas dan menerapkan licensing club yang tinggi harus dibuktikan.
Karena itu, PBR terus berbenah agar standar verifikasi klub untuk ikut
kompetisi ISL musim depan bisa tercapai.
"Buat apa Dapat license kalau sebenanrya
tidak bisa. Kalau kami tidak lolos licensing, ya jangan diloloskan.
Jangan dipaksakan. Demikian juga dengan klub lain. Itu kalau kita memang
ingin sepak bola maju," tandasnya. (aam) (JPNN)